Apakah Anda termasuk orang yang sering lupa sarapan, malas sarapan karena takut gemuk, atau tidak sempat sarapan karena sibuk? Jika iya, coba pikirkan kembali dampak negatif karena melewatkan proses mendapatkan energi di pagi hari.
Dokter spesialis Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Inge MS, Sp.GK, mengatakan bahwa sarapan berkonstribusi besar menutrisi tubuh, terutama otak, setelah tidur malam 8-10 jam. Sarapan akan mengisi kembali kebutuhan nutrisi yang habis saat tidur.
Selama tidur, otak mengasup cadangan glukosa dan glikogen yang tersimpan dalam tubuh untuk bekerja mengontrol organ lain. Jika setelah bangun, dua nutrisi yang terkandung dalam karbohidrat itu tak segera terisi kembali, otak akan mengambil cadangan lemak dan protein sepanjang hari.
"Otak mengonsumsi karbohidrat untuk bekerja selama tidur, lemak dan protein adalah sumber makanan kedua jika kadar gula dalam tubuh rendah," ujar Inge dalam diskusi bertajuk 'Kesuksesan Dimulai dengan Sarapan Sehat Berenergi' di Jakarta.
Tak sarapan bisa membuat tubuh kekurangan karbohidrat. Kondisi ini tak hanya memicu gejala lemah, letih, dan lesu (3L), tapi juga pusing, rasa kantuk, sulit konsentrasi, hambatan pertumbuhan anak, bahkan obesitas. "Biasanya jika tidak sarapan, menu makan siang akan berkali lipat. Itu yang mengakibatkan obesitas," ujarnya.
Inge mengatakan, mitos bahwa sarapan akan memunculkan kegemukan tidak terbukti. Sarapan justru membantu penurunan berat badan secara sehat dengan memperhatikan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi, serta jadwal makan (3J).
Idealnya, pemenuhan kalori dalam tubuh 20 persen dari sarapan, 30 persen dari makan siang, 25 persen dari makan malam, dan 25 persen dari makanan ringan yang dikonsumsi pada pukul 10.00, 15.00, dan 20.00. "Jumlah asupan makanan harus berimbang dengan aktivitas yang kita lakukan serta seimbang pula dengan berat dan tinggi badan," ujarnya.
Bagi yang sedang menjalani diet penurunan berat badan, dapat mengonsumsi 1.500 kalori per hari, dengan 450 kalori di pagi hari, 600 kalori di siang hari, dan 450 kalori di malam hari. Komposisi makanan yang harus terpenuhi yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Hanya, jumlahnya tidak sebanyak orang-orang pada umumnya.
Sarapan pun sangat diperlukan untuk anak yang sedang mengalami proses pertumbuhan. Jika anak tidak terbiasa sarapan, dikhawatirkan pertumbuhannya terhambat, prestasinya menurun, lemas, dan pusing.
Orangtua bertanggung jawab untuk terus memberikan sarapan bergizi bagi anak agar pertumbuhannya sempurna, prestasi belajarnya meningkat, juga agar terbiasa sarapan hingga dewasa. "Kalau ingin bangsa ini maju, jangan lupakan sarapan sehat mengawali aktivitas sehari-hari," ujar Inge.
Hasil penelitian Universitas Tasmania bahkan menyebut bahwa beraktivitas dengan perut kosong bisa memicu kadar insulin berlebih dalam darah, yang dapat menjadi cikal bakal penyakit diabetes.
Dokter spesialis Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Inge MS, Sp.GK, mengatakan bahwa sarapan berkonstribusi besar menutrisi tubuh, terutama otak, setelah tidur malam 8-10 jam. Sarapan akan mengisi kembali kebutuhan nutrisi yang habis saat tidur.
Selama tidur, otak mengasup cadangan glukosa dan glikogen yang tersimpan dalam tubuh untuk bekerja mengontrol organ lain. Jika setelah bangun, dua nutrisi yang terkandung dalam karbohidrat itu tak segera terisi kembali, otak akan mengambil cadangan lemak dan protein sepanjang hari.
"Otak mengonsumsi karbohidrat untuk bekerja selama tidur, lemak dan protein adalah sumber makanan kedua jika kadar gula dalam tubuh rendah," ujar Inge dalam diskusi bertajuk 'Kesuksesan Dimulai dengan Sarapan Sehat Berenergi' di Jakarta.
Tak sarapan bisa membuat tubuh kekurangan karbohidrat. Kondisi ini tak hanya memicu gejala lemah, letih, dan lesu (3L), tapi juga pusing, rasa kantuk, sulit konsentrasi, hambatan pertumbuhan anak, bahkan obesitas. "Biasanya jika tidak sarapan, menu makan siang akan berkali lipat. Itu yang mengakibatkan obesitas," ujarnya.
Inge mengatakan, mitos bahwa sarapan akan memunculkan kegemukan tidak terbukti. Sarapan justru membantu penurunan berat badan secara sehat dengan memperhatikan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi, serta jadwal makan (3J).
Idealnya, pemenuhan kalori dalam tubuh 20 persen dari sarapan, 30 persen dari makan siang, 25 persen dari makan malam, dan 25 persen dari makanan ringan yang dikonsumsi pada pukul 10.00, 15.00, dan 20.00. "Jumlah asupan makanan harus berimbang dengan aktivitas yang kita lakukan serta seimbang pula dengan berat dan tinggi badan," ujarnya.
Bagi yang sedang menjalani diet penurunan berat badan, dapat mengonsumsi 1.500 kalori per hari, dengan 450 kalori di pagi hari, 600 kalori di siang hari, dan 450 kalori di malam hari. Komposisi makanan yang harus terpenuhi yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Hanya, jumlahnya tidak sebanyak orang-orang pada umumnya.
Sarapan pun sangat diperlukan untuk anak yang sedang mengalami proses pertumbuhan. Jika anak tidak terbiasa sarapan, dikhawatirkan pertumbuhannya terhambat, prestasinya menurun, lemas, dan pusing.
Orangtua bertanggung jawab untuk terus memberikan sarapan bergizi bagi anak agar pertumbuhannya sempurna, prestasi belajarnya meningkat, juga agar terbiasa sarapan hingga dewasa. "Kalau ingin bangsa ini maju, jangan lupakan sarapan sehat mengawali aktivitas sehari-hari," ujar Inge.
Hasil penelitian Universitas Tasmania bahkan menyebut bahwa beraktivitas dengan perut kosong bisa memicu kadar insulin berlebih dalam darah, yang dapat menjadi cikal bakal penyakit diabetes.
Melewatkan sarapan pagi juga dikata dapat mengubah cara menyimpan lemak tubuh. Lemak akan lebih banyak menumpuk di bagian perut, yang bisa menjadi gelaja penyakit jantung.
http://adaapasekarang.blogspot.com/2011/03/mengapa-sarapan-itu-penting.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar