(KBRI Bern) |
Berrn - Warga Swiss rupanya memberi perhatian khusus pada pemain Indonesia selama gelaran Swiss Open GP Gold. Taufik Hidayat pun sampai diberi julukan "Roger Federer-nya Indonesia".
Walaupun hanya memenangi satu gelar juara atas nama pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir, tapi masyarakat Swiss sangat familiar dengan pemain-pemain Indonesia.
Hal itu antara lain dapat dilihat dari antusiasme tinggi fans Swiss untuk mendapatkan tanda tangan Taufik cs. Di buku program acara turnamen, maupun kaus yang dikenakan penonton dari berbagai negara yang bertempat tinggal di kota Basel.
"Ketimbang pemain dari negara lain seperti China, pemain-pemain Indonesia lebih banyak diburu warga di sini," demikian disampaikan Budiman Wiriakusumah dari Penerangan Sosial dan Budaya (Pensosbud), KBRI Indonesia di Bern, Swiss, dalam rilisnya kepada detiksport, Senin (19/3/2012).
Puncak perhatian itu, sambung Budiman, adalah ketika sebuah artikel harian terkemuka di Swiss, Basler Zeitung!, menuliskan Taufik sebagai "Roger Federer dari Indonesia".
Disebutkan bahwa kedekatan masyarakat Swiss dengan pebulutangkis Indonesia dimulai sejak pertama kali turnamen itu digelar 22 tahun silam. Kala itu banyak warga negara Indonesia yang menjadi relawan dalam penyelenggaran kejuaraan tahunan, yang dihelat seusai acara karnaval terbesar di kota Basel itu.
Panitia juga memberikan kesempatan kepada masyarakat Indonesia untuk membuka gerai kuliner di St. Jakobhalle, bukan hanya sebagai tempat makan penonton dan suporter, melainkan juga untuk para pemain.
"Sayangnya, pada sekitar tahun 2005 gerai Indonesia tidak berkelanjutan karena banyak para masyarakat yang kembali ke tanah air untuk menikmati masa pensiunnya, sehingga pada akhirnya gerai itu diambil alih oleh masyarakat negara tetangga kita Thailand," tulis Budiman.
Meski begitu, lanjut dia, kedekatan pemain Indonesia dengan WNI di Basel semakin dalam. Dibantu oleh KBRI Bern, pemain-pemain Indonesia sering diberikan konsumsi seperti nasi kotak dan lain-lain.
Keakraban inilah yang kemudian menjadi sorotan masyarakat Swiss, sehingga mereka juga merasa terpanggil untuk ikut membantu dalam memberikan perhatian yang besar kepada partisipan pebulutangkis dari seluruh dunia terutama, dari Indonesia dengan mencontoh hubungan akrab ala Indonesia.
"Setiap tahunnya ibu-ibu, mahasiswa, pelajar, pekerja Indonesia di Swiss merasa bangga dapat menyumbangkan sedikit waktunya dalam memberikan kehangatan rasa persaudaraan yang sangat dibutuhkan pebulutangkis Indonesia yang telah selama 3 minggu telah meninggalkan tanah air dan sanak keluarga."
Tak heran jika setelah para atlet "Merah Putih" menyelesaikan misinya di Swiss, WNI di sana kerap ikut melepas kontingen sampai pintu bandara, dan berharap bisa bertemu lagi di tahun berikutnya.
( a2s / rin ) http://sport.detik.com
Walaupun hanya memenangi satu gelar juara atas nama pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad/Lilyana Natsir, tapi masyarakat Swiss sangat familiar dengan pemain-pemain Indonesia.
Hal itu antara lain dapat dilihat dari antusiasme tinggi fans Swiss untuk mendapatkan tanda tangan Taufik cs. Di buku program acara turnamen, maupun kaus yang dikenakan penonton dari berbagai negara yang bertempat tinggal di kota Basel.
"Ketimbang pemain dari negara lain seperti China, pemain-pemain Indonesia lebih banyak diburu warga di sini," demikian disampaikan Budiman Wiriakusumah dari Penerangan Sosial dan Budaya (Pensosbud), KBRI Indonesia di Bern, Swiss, dalam rilisnya kepada detiksport, Senin (19/3/2012).
Puncak perhatian itu, sambung Budiman, adalah ketika sebuah artikel harian terkemuka di Swiss, Basler Zeitung!, menuliskan Taufik sebagai "Roger Federer dari Indonesia".
Disebutkan bahwa kedekatan masyarakat Swiss dengan pebulutangkis Indonesia dimulai sejak pertama kali turnamen itu digelar 22 tahun silam. Kala itu banyak warga negara Indonesia yang menjadi relawan dalam penyelenggaran kejuaraan tahunan, yang dihelat seusai acara karnaval terbesar di kota Basel itu.
Panitia juga memberikan kesempatan kepada masyarakat Indonesia untuk membuka gerai kuliner di St. Jakobhalle, bukan hanya sebagai tempat makan penonton dan suporter, melainkan juga untuk para pemain.
"Sayangnya, pada sekitar tahun 2005 gerai Indonesia tidak berkelanjutan karena banyak para masyarakat yang kembali ke tanah air untuk menikmati masa pensiunnya, sehingga pada akhirnya gerai itu diambil alih oleh masyarakat negara tetangga kita Thailand," tulis Budiman.
Meski begitu, lanjut dia, kedekatan pemain Indonesia dengan WNI di Basel semakin dalam. Dibantu oleh KBRI Bern, pemain-pemain Indonesia sering diberikan konsumsi seperti nasi kotak dan lain-lain.
Keakraban inilah yang kemudian menjadi sorotan masyarakat Swiss, sehingga mereka juga merasa terpanggil untuk ikut membantu dalam memberikan perhatian yang besar kepada partisipan pebulutangkis dari seluruh dunia terutama, dari Indonesia dengan mencontoh hubungan akrab ala Indonesia.
"Setiap tahunnya ibu-ibu, mahasiswa, pelajar, pekerja Indonesia di Swiss merasa bangga dapat menyumbangkan sedikit waktunya dalam memberikan kehangatan rasa persaudaraan yang sangat dibutuhkan pebulutangkis Indonesia yang telah selama 3 minggu telah meninggalkan tanah air dan sanak keluarga."
Tak heran jika setelah para atlet "Merah Putih" menyelesaikan misinya di Swiss, WNI di sana kerap ikut melepas kontingen sampai pintu bandara, dan berharap bisa bertemu lagi di tahun berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar